Rabu, 11 September 2013

Analisis Pendapatan usaha abon dan dendeng di Kota Kupang


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kebutuhan akan daging sebagai salah satu sumber protein hewani terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju populasi penduduk sekitar 1,5% per tahun. Selain itu, dengan semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya bahan makanan bergizi maka tidak cukup hanya dari segi kuantitas saja yang menjadi tolak ukur, namun daging berkualitas juga menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen. Hal ini dapat menjadi perhatian bagi sektor peternakan dalam penyediaannya.
Agroindustri merupakan salah satu sub sistem agribisnis yang mengolah bahan baku yang berasal dari tumbuhan dan hewan dengan berbagai bentuk dan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengawasan, sampai pemasaran yang berdampak langsung pada peningkatan nilai tambah, kualitas hasil, penciptaan tenaga kerja, dan peningkatan produksi. Oleh karena itu, agroindustri memiliki peluang besar untuk terus berkembang karena potensinya cukup besar, dan belum terlalu ketatnya pasar bagi produk di sektor ini.
Industri rumah tangga adalah bagian dari industri kecil yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan industri rumah tangga berdasarkan modal yang dimiliki oleh perusahaan kurang dari Rp.500.000.000/ tahun dengan jumlah pekerja 1 – 4 orang (Disperindag Kota Kupang, 2008).
Usaha industri rumah tangga tersebut didukung oleh potensi daerah NTT yang dikenal sebagai penghasil ternak sapi. Produksi ternak sapi di NTT terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah ternak sapi tahun 2009 sebanyak 577.552 ekor, tahun 2010 sebanyak 599.279 ekor, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 778.663 ekor  (Dinas peternakan NTT, 2011).
Daging sapi segar mempunyai kandungan gizi yang cukup baik dibanding dengan daging lainnya. Jika daging sapi tersebut diolah menjadi dendeng maupun abon sapi, maka kalori produk menjadi lebih dari dua kali lipat dibanding dengan sapi segar (Soeparno, 2005). Selain itu terjadi peningkatan kadar protein dan karbohidrat (per berat basah) sejalan dengan menurunkannya kandungan air. Disamping itu juga terjadi peningkatan kadar kalium (K), fosfor (P), serta zat besi (Fe), sedangkan vitamin A menjadi rusak total (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Keuntungan merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan suatu usaha peternakan. Keuntungan tersebut dapat diketahui melalui analisis pendapatan. Dari hasil ini dapat diketahui apakah usaha peternakan yang dilakukan layak atau tidak untuk dijalankan. Selain analisis Pendapatan,studi kelayakan usaha perlu dilakukan untuk menghindari kerugian penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Dengan adanya analisis kelayakan usaha, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan, serta dapat meramu strategi yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek investasi yang ada.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pendapatan Usaha Abon Dan Dendeng Sapi Di Kota Kupang ( Studi Kasus Pada Agroindustri Daging Sapi CV.TAMBERS Kota Kupang )”

Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah :
1.    Berapa besar pendapatan usaha agroindustri abon dan dendeng sapi di CV.TAMBERS?
2.    Apakah Agroindustri tersebut layak secara finansial?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.    Besar pendapatan usaha agroindustri abon dan dendeng sapi di Kota Kupang.
2.    Kelayakan finansial dari usaha tersebut.
Manfaat
            Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi :
1.    Pelaku usaha agroindustri dalam menjalankan dan menjaga keberlanjutan usahanya.
2.    Pemerintah, sebagai informasi dalam rangka pengambilan kebijakan di bidang agroindustri peternakan.
3.    Pengembangan IPTEKS di bidang agroindustri peternakan.






TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Agribisnis dan Agroindustri
                Agrobisnis merupakan suatu kegiatan pertanian secara meyeluruh yang meliputi kegiatan produksi, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi (pemasaran) produk – produk primer dan hasil olahannya (Sutawi, 2007). Pada prinsipnya agribisnis merupakan suatu sistem yang mencakup empat sub sistem sarana produksi (agroindustri hulu), sub sistem produksi atau usaha budidaya, sub sistem pengolahan, manufktur, penyimpanan, dan distribusi atau pemasaran (agroindustri hilir), serta sub sistem lembaga dan jasa penunjang.
            Usaha peternakan merupakan salah satu bentuk dari agribisnis. Saragih dan Krisnamurthi (1998) menyatakan bahwa agribisnis peternakan merupakan suatu sistem yang mencakup sub sistem hulu peternakan (agroindustri hulu/up stream agribusiness), sub sistem produksi hilir peternakan (agroindustri hilir/down strem agribusiness), serta sub sistem lembaga dan jasa penunjang (Supporting service institutions). Sumber tersebut menegaskan pula bahwa untuk mendorong perkembangan dan kemajuan peternakan, maka seluruh sub sistem harus bekerja sama dan saling menunjang satu sama lain. Hal ini perlu dilakukan karena keberadaan salah satu sub sistem agribisnis akan mendukung timbulnya kegiatan pada sub sistem lainnya.
Pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengolahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi.
Agroindustri adalah suatu industri yang mentransformasikan hasil pertanian (dalam arti luas) menjadi produk industri dalam rangka meningkatkan nilai tambahnya; dengan demikian merupakan suatu sistem terintegrasi yang melibatkan sumberdaya hasil pertanian, manusia, ilmu dan teknologi, uang, dan informasi.
Agroindustri Peternakan
Agroindustri peternakan adalah suatu industri yang mentransformasikan hasil – hasil peternakan menjadi produk makanan, dan produk – produk lain yang menambah kegunaan dari bahan baku asal ternak `seperti daging, kulit, bulu dan lain – lain.
Daging Sapi
Daging sapi adalah urat daging yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi yang sehat sewaktu dipotong (Standar Nasional Indonesia, 1995). Demikian halnya dengan Soeparno (2005) yang mendefinisikan daging sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi atau memakannya. Organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot lainnya termasuk dalam definisi daging. Lawrie (2003) menyatakan bahwa komposisi daging terdiri atas 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak. Substansi non protein yang larut terdiri dari karbohidrat, vitamin dan mineral dalam daging. Protein memiliki fungsi untuk memperbaiki dan membantu pertumbuhan struktur jaringan dan jaringan aktif yang ada didalam tubuh.
Abon
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres.
Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al, 2007).
Dendeng
 Dendeng adalah produk tradisional dari Indonesia dan dari negara-negara seluruh Asia Tenggara. Dendeng dapat dibuat dari daging sapi, ayam, babi atau kambing, tetapi yang paling banyak dijumpai di pasar-pasar di Indonesia adalah dendeng sapi (Buckle et al., 1985). Definisi dendeng sapi menurut Standar Nasional Indonesia 01-2908-1992 adalah produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging sapi segar yang berasal dari sapi sehat yang telah diberi bumbu dan dikeringkan.
Dendeng sapi dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu dendeng sapi irisan dan dendeng sapi giling. Dendeng merupakan salah satu produk daging kering yang memiliki masa simpan lebih dari 6 bulan dengan kadar air kira-kira 15% sampai 20% dan pH 4,5-5,1. Warna dendeng yang coklat kehitaman disebabkan oleh reaksi pencoklatan selama proses pemanasan. Reaksi tersebut dapat menimbulkan rasa atau flavor yang pahit (Soeparno, 2000).

Pendapatan, biaya, penerimaan dan keuntungan
a.    Pendapatan
Pendapatan merupakan suatu tujuan utama dari perusahaan karena dengan adanya pendapatan maka operasional perusahaan kedepan akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain bahwa pendapatan merupakan suatu alat untuk kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Winardi (1992). mengemukakan pengertian pendapatan adalah sebagai saluran penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri yang dimulai dengan sejumlah uang atau jasa atas dasar harga yang berlaku pada saat itu. Selanjutnya pendapatan dapat dibedakan antara lain:
1. Sektor pekerja pokok yaitu yang menjadi sumber utama kehidupan keluarga.
2. Sektor pekerjaan sampingan. yaitu pekerjaan yang hasilnya dipakai sebagai penunjang untuk mencukupi kebutuhan hidup suatu keluarga.
3. Sektor subsistem yaitu sumber pendapatan yang sering diartikan sebagai pekerjaan yang menghasilkan sesuatu untuk dikonsumsi sendiri.
Mubyarto (1994) menyatakan bahwa pendapatan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan sebagai balas jasa dari penyerahan prestasi tersebut untuk mempertahankan hidupnya. Hendrikson (1999) mengatakan bahwa pendapatan adalah merupakan arus masuk aktiva atau pasiva bersih ke dalam usaha sebagai hasil penjualan barang atau jasa.
 Supriyono (1999) pendapatan perkapita rata-rata masyarakat kita sampai saat ini masih tergolong rendah sehingga hampir seluruh pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jumlah pendapatan seseorang yang diperoleh sehari-hari sangat tergantung dari jenis pekerjaan itu sendiri dan tingkat pendidikannya juga.
Membahas dan membicarakan masalah pendapatan pemikiran orang selalu tertuju pada nilai uang yang diterima oleh seseorang bahkan masih banyak pengertian lain yang timbul dalam diri seseorang. Pengertian pendapatan yang dimaksud disini adalah semua barang-barang dan jasa jasa serta uang yang diterima baik secara individu maupun golongan masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang sangat tergantung pada ketrampilan, keahlian, luasnya kesempatan kerja dan besarnya modal yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan tersebut dalam suatu periode tertentu yang juga sering disebut dengan investasi, jadi jika investasi besar maka pendapatan mereka juga akan bertambah.
Secara harfiah pendapatan dapat diartikan sebagai hasil kerja atau usaha yang dilakukan oleh seseorang. Para ahli juga memberikan batasan-batasan akhir dari pendapatan yang cukup berbeda-beda menurut disiplin ilmu yang mereka miliki. Namun tujuan akhir dari arti pendapatan yang mereka berikan mempunyai prinsip dan pandangan yang sama.
b.   Biaya
Biaya merupakan nilai dari semua masukan ekonomis yang diperlukan, yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya dalam proses produksi berdasarkan jangka waktu dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek berkaitan dengan penggunaan biaya dalam waktu atau situasi yang tidak lama, jumlah masukan (input) faktor produksi tidak sama, dapat berubah-ubah. Namun demikian biaya produksi jangka pendek masih dapat dibedakan adanya biaya tetap dan biaya variable, sedangkan dalam jangka panjang semua faktor produksi adalah biaya variabel (lipsey et al.,1990). Menurut Gasperz (1999) pada dasarnya yang diperhitungkan dalam jangka pendek adalah biaya tetap (fixed costs) dan biaya variabel (variable costs).
a. Biaya tetap (fixed costs) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran input- input tetap dalam proses produksi jangka pendek. Perlu dicatat bahwa penggunaan input tetap tidak tergantung pada kuantitas output yang diproduksi. Dalam jangka panjang yang termasuk biaya tetap adalah biaya untuk membeli mesin dan peralatan, pembayaran upah dan gaji tetap untuk tenaga kerja.
b. Biaya variabel (variable costs) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran input–input variabel dalam proses produksi jangka pendek perlu diketahui yang bahwa penggunaan input variabel tergantung pada kuantitas output yang di produksi dimana semakin besar kuantitas output yang diproduksi, pada umumnya semakin besar pula biaya variabel yang digunakan. Dalam jangka panjang, yang termasuk biaya variabel adalah biaya atau upah tenaga kerja langsung, biaya bahan penolong dan lain sebagainya.   
c. Penerimaan
Menurut Soekartawi (1995), Penerimaan adalah perkalian antara output yang dihasilkan dengan harga jual. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:
TR = Q x P
Dimana :
TR = Penerimaan total (total revenue)
Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity)
P = Harga (price)
            Semakin banyak produk yang dihasilkan, maka semakin tinggi harga per unit produk bersangkutan. Dengan demikian maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar.Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil. Penerimaan total yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang merupakan keuntungan yang diperoleh produsen.
d.   Keuntungan
Keuntungan atau laba pengusaha adalah penghasilan bersih yang diterima oleh pengusaha, sesudah dikurangi dengan biaya- biaya produksi, atau dengan kata lain, laba pengusaha adalah selisih antara penghasilan kotor dan biaya – biaya produksi. Laba ekonomis dari barang yang dijual adalah selisih antara penerimaan yang diterima produsen dari penjualan produk suatu usaha tertentu. Jika biaya lebih besar dari pada penerimaan berarti labanya negatif, situasi seperti disebut rugi (Lipsey et al, 1990).
Sebuah perusahaan yang memaksimumkan laba ekonomi yang maksimum, yaitu perusahaan berusaha untuk membuat selisih antara penerimaan total dengan biaya ekonomi sebesar mungkin (Nicholson, 1992).
Kelayakan Usaha
Studi kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek, biasanya merupakan proyek investasi,dapat dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak apabila proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak apabila telah dioperasionalkan (Umar, 2005).
Sebuah proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu (Gittinger, 1986). Dalam suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga aspek yaitu manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat finansial), manfaat ekonomi tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek bagi masyarakat sekitar proyek tersebut.
Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Dengan adanya analisis usaha, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan, serta dapat meramu strategi yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek investasi yang ada.
Studi kelayakan suatu proyek biasanya berupa laporan tertulis yang berisi berbagai informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan. Informasi yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor, pihak manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar,2005).
Analisa proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan
proyek dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986).
            Kelayakan investasi dalam suatu usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek.Diantaranya dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen selain itu tentunya perlu dilihat pula kelayakan secara finansial.
1. Aspek pasar
Meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dibahas pula faktor harga, marketing mix, dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.
2. Aspek teknis
Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk diusahakan, lokasi si mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000).
3. Aspek manajemen
Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau Negara setempat. Aspek ini meneliti system manajerial suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek. Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar, 2005)
4. Aspek finansial
Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di dalam proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan penerimaan.
Menurut Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan tersebut dalam suatu proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang membentuk suatu siklus proyek yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan analisa, tahap penilaian (penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap evaluasi. Evaluasi dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting dalam proyek-proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali
selama pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek dapat dijalankan atau tidak.
Untuk menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan umum yaitu analisis financial dan analisis ekonomi. Analisis finansial menganalisis hasil proyek dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan.
Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit per Cost (Net B/C). Setiap model ini menggunakan nilai sekarang yang telah di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.
1.    Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari arus manfaat dan arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih antara manfaat dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal (Keown, 2001).
Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek tersebut lebih besar dari pada nol (NPV > 0). Jika nilai NPV sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil daripada nol (NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak tidak layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, sumber daya yang digunakan dalam proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih menguntungkan.
2.    Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman.
Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan penerapan metode NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan dihasilkan nilai IRR yang lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol.
3.    Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio keuntungan per biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present Value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C >=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.







METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Tujuan utama dari suatu agroindustri daging sapi yang dikembangkan adalah untuk memperoleh keuntungan yang setinggi – tingginya. Secara ekonomi, dalam prosesnya membutuhkan modal, tenaga kerja dan ketrampilan dalam pengelolaan usaha tersebut sehingga mendapat hasil yang memuaskan.
Pelaksanaan uasaha agroindustri daging sapi harus pula memperhatikan biaya, dan penerimaan guna menetahui pendapatan dari usaha tersebut. Semakin besar rasio penerimaan dibanding biaya produksi, maka pendapatan yang diperoleh semakin besar.
Agroindustri daging sapi merupakan suatu kegiatan ekonomi, karena berhubungan dengan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk, sehingga perlu dilakukan analisis untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan dari usaha tersebut.
Usaha pengolahan abon dan dendeng di Kota Kupang masih tetap dilaksanakan dan beroperasi hingga sekarang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa usaha pengolahan abon dan dendeng sapi menguntungkan pengusaha dan layak dijalankan.
Hipotesis
            Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1.    Usaha agroindustri abon dan dendeng di Kota Kupang menguntungkan pengusaha karena memiliki pendapatan yang maksimal.
2.    Usaha agroindustri abon dan dendeng di Kota Kupang layak dijalankan secara finansial oleh pengusaha.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di CV.TAMBERS Kota Kupang selama 6 bulan dengan masa pengambilan data selama 2 bulan.
Metode Pengambilan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu.
Jenis dan Sumber Data
1. Data primer adalah data mentah yang diperoleh langsung dari hasil observasi, wawancara atau kuesioner.
2. Data sekunder adalah data hasil olahan yang diperoleh dari instansi terkait dalam hal ini Dinas Peternakan seperti jumlah konsumsi daging rata – rata masyarakat Kota Kupang.
Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.    Analisis data kuantitatif yang digunakan dalam mengukur tingkat pendapatan yaitu analisis Ratio yang dapat digunakan untuk mengukur Likuiditas, Solvabilitas, Rentabilitas dan aktifitas atau produktifitas.
a.    Rasio Likuiditas
     Likuiditas suatu perusahaan merupakan kemampuan keuangan perusahaan dalam membayar hutang – hutang atau kewajiban jangka pendek (maksimal satu tahun) yang jatuh tempo dengan sejumlah aktiva lancr dengan hutang lancar yang dimilikinya
     Untuk menghitung rasio likuiditas, maka dapat digunakan :
·      Curent Ratio
Rasio ini disebut juga rasio lancar yang mrupakan rasio yang membandingkan antara aktiva lancar dengan hutang lancar.
                                    Aktiva lancar     x 100%
Curent Ratio =      Hutang lancar

·         Acid Test Ratio
Rasio ini disebut juga rasio cepat( Quick Ratio)   yang digunakan untuk mengukur kemampuan mengembalikan  atau mengangsur hutang lancar dengan jaminan aktiva tanpa persediaan.    
                               Aktiva Lancar – Persediaan  x 100 %
Acid Test Ratio =                        Hutang lancar
                                                                 
Dikeluarkannya persediaan dari komponen aktiva lancar mengingat persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling lambat mencair menjadi kas dibandingkan dengan komponen aktiva lancar lainnya.
b. Rasio Solvabilitas
    Rasio Solvabilitas sering disebut juga Leverage Analysis yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemilik atau perusahaan dengan pembelanjaan dari kreditur.
Implikasi dari analisis ini adalah :
·      Makin besar dana yang disediakan oleh pemilik atau perusahaan, makin besar batas pengamanan (margin of safety) bagi kreditur.
·      Dengan adanya pinjaman, pemilik atau perusahaan akan memperoleh manfaat kontrol terhadap perusahaan. Bila hasil (earning) yang diperoleh dari pinjaman lebih besar dari bunga yang harus dibayar, maka pengembalian (repayment) akan lancar ( berlipat). Inilah yang disebut dengan leverage effect dari pembelanjaan pinjaman.
     Beberapa rasio Solvabilitas yang dapat digunakan adalah:
·      Debt Ratio
     Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menjamin hutangnya dengan sejumlah aktiva yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman (hutang) yang digunakan dalam menghasilkan keuntungan dibanding dengan aktiva yang dimiliki.
                        Total Hutang   x 100 %
Debt Ratio =   Total Aktiva

·      Debt to Equity Ratio ( DER)
Rasio ini menunjukan hubungan antara jumlah hutang jangka panjang dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukan semakin besar hutang jangka panjang perusahaan dibanding dengan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
      
DER=  Hutang jangka panjang
       Modal Sendiri
·      Ratio total Debt Coverage
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam hal membayar beban bunga dan angsuran pinjaman pokok dengan laba operasi yang dihasilkan.

  Laba Operasi
Total Debt Coverage =     Bunga +     Angsuran pinjaman
1-      Tingkat pajak
c.    Rasio Rentabilitas
Rasio Rentabilitas/ Profitabilitas dipergunakan berhubungan dengan penilaian terahadap kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. Terdapat beberapa pengukuran terhadap profitabilitas atau rentabilitas suatu perusahaan yang masing – masing dihubungkan dengan total aktiva, modal sendiri maupun nilai penjualan yang dicapai.
·      Margin laba kotor (Gross Profit Margin)
     Digunakan untuk mengukur berapa besar laba kotor yang dihasilkan dibanding dengan total nilai penjualan bersih perusahaan. Semakin besar rasio ini menunjukan bahwa perusahaan mampu menekan kenaikan harga pokok penjualan pada presentase di bawah kenaikan penjualan.
                                      Laba kotor     x 100 %
Gross Profit Margin =   Penjualn
·      Margin laba operasi (Operating Profit Margin)
Rasio ini sering disebut sebagai pure profit dalam arti bahwa profit yang dihasilkan benar – benar murni dari hasil operasi perusahaan sebelum diperhitungkan dengan kewajiban lainnya seperti bunga, pajak, dan kewajiban lainnya. Rasio ini untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba operasi dari sejumlah penjualan yang dicapai.
                                           Laba Operasi  x 100 %
Operating Profit Margin =       Penjualan

·      Margin laba bersih (Net Profit Margin)
Rasio ini digunakan untuk mengukur besarnya laba bersih yang dicapai dari sejumlah penjualan tertentu. Rasio ini lebih umum digunakan dibandingkan dengan dua rasio terdahulu karena laba yang dihasilkan merupakan laba bersih perusahaan.
                                  Laba Bersih  x 100 %
Net Profit Margin =    Penjualan

·      Rasio Return On Investment (ROI)

      Laba Bersih Setelah Pajak  = 100 %
ROI =    Total Aktiva


2.    Analisis kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya, rugi laba, dan menggunakan beberapa kriteria investasi yaitu Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit and Cost Ratio/ Net B/C), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR).








DAFTAR PUSTAKA
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke-Empat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie.  1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan
Bambang S. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Husnan, S.; dan Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan  Proyek. Edisi Ketiga. Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.
Sutawi. 2007. Kapita Selekta Agribisnis Peternakan, UMM Press, Malang.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. SNI 01- 2908-1992, Dendeng Sapi. BSN, Jakarta.
Sianturi, R. 2000. Kandungan Gizi dan Uji Palatabilitas Abon Daging Sapi dengan Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Sebagai Bahan Pencampur. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryani, A, Erliza Hambali, Encep Hidayat. 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar Swadaya. Jakarta
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Buckle, KA, dkk, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
Soeparno, 2000. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winardi. 1992. Ekonomi Mikro. Bandung: Bandar Maju.
Mubyarto., 1994, Pengantar Ekonomi Pertanian, Pustaka LP3ES, Jakarta.
Supriyono. 1999.  Akuntansi Biaya Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok. Yogyakarta:
Lipsey, M. W., & Cullen, F. T. (2007). The Effectiveness of Correctional Rehabilitation: A Review of Systematic Reviews. Annual Review of Law and Social Science, 3, 297-320.
Gazperz JP.  1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik  Industri.  Bandung: Tarsito. 295 hlm.
Soekartawi.  1995.   Agribisnis. Teori dan Aplikasinya.  Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 137 hlm.
Nicholson, W. (1992).  Microeconomics Theory: Basics Principles and Extensions. (Fifth, Ed.). Dryden Press.
Husein Umar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 3. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Gittinger , J.P. 1986.  Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Keown, A. J., Martin, J. D., Petty, J. W., & Scott, D. F., Jr. (2001). Foundations of finance: The logic and practice of financial management (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar