PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan daging sebagai salah satu sumber protein
hewani terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju populasi penduduk
sekitar 1,5% per tahun. Selain itu, dengan semakin meningkatnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya bahan makanan bergizi maka tidak cukup
hanya dari segi kuantitas saja yang menjadi tolak ukur, namun daging
berkualitas juga menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen. Hal ini dapat
menjadi perhatian bagi sektor peternakan dalam penyediaannya.
Agroindustri
merupakan salah satu sub sistem agribisnis yang mengolah bahan baku yang
berasal dari tumbuhan dan hewan dengan berbagai bentuk dan perlakuan fisik dan
kimia, penyimpanan, pengawasan, sampai pemasaran yang berdampak langsung pada
peningkatan nilai tambah, kualitas hasil, penciptaan tenaga kerja, dan peningkatan
produksi. Oleh karena itu, agroindustri memiliki peluang besar untuk terus
berkembang karena potensinya cukup besar, dan belum terlalu ketatnya pasar bagi
produk di sektor ini.
Industri
rumah tangga adalah bagian dari industri kecil yang diusahakan terutama untuk
menambah pendapatan keluarga. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan
industri rumah tangga berdasarkan modal yang dimiliki oleh perusahaan kurang
dari Rp.500.000.000/ tahun dengan jumlah pekerja 1 – 4 orang (Disperindag Kota
Kupang, 2008).
Usaha
industri rumah tangga tersebut didukung oleh potensi daerah NTT yang dikenal
sebagai penghasil ternak sapi. Produksi ternak sapi di NTT terus meningkat
setiap tahunnya. Jumlah ternak sapi tahun 2009 sebanyak 577.552 ekor, tahun
2010 sebanyak 599.279 ekor, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 778.663
ekor (Dinas peternakan NTT, 2011).
Daging
sapi segar mempunyai kandungan gizi yang cukup baik dibanding dengan daging lainnya.
Jika daging sapi tersebut diolah menjadi dendeng maupun abon sapi, maka kalori
produk menjadi lebih dari dua kali lipat dibanding dengan sapi segar (Soeparno,
2005). Selain itu terjadi peningkatan kadar protein dan karbohidrat (per berat
basah) sejalan dengan menurunkannya kandungan air. Disamping itu juga terjadi
peningkatan kadar kalium (K), fosfor (P), serta zat besi (Fe), sedangkan
vitamin A menjadi rusak total (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Keuntungan
merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan suatu usaha peternakan.
Keuntungan tersebut dapat diketahui melalui analisis pendapatan. Dari hasil ini
dapat diketahui apakah usaha peternakan yang dilakukan layak atau tidak untuk
dijalankan. Selain analisis Pendapatan,studi kelayakan usaha perlu dilakukan untuk
menghindari kerugian penanaman modal yang terlalu besar untuk suatu kegiatan
yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun
biaya tersebut relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan
suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan
Suwarsono, 2000).
Dengan
adanya analisis kelayakan usaha, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui
investasi proyek dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat
dihindarkan, serta dapat meramu strategi yang paling menguntungkan di antara
berbagai proyek investasi yang ada.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Pendapatan Usaha
Abon Dan Dendeng Sapi Di Kota Kupang (
Studi Kasus Pada Agroindustri Daging Sapi CV.TAMBERS Kota Kupang )”
Rumusan
Masalah
Masalah
yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah :
1. Berapa
besar pendapatan usaha agroindustri abon dan dendeng sapi di CV.TAMBERS?
2. Apakah
Agroindustri tersebut layak secara finansial?
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Besar
pendapatan usaha agroindustri abon dan dendeng sapi di Kota Kupang.
2. Kelayakan
finansial dari usaha tersebut.
Manfaat
Manfaat
yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi :
1. Pelaku usaha agroindustri dalam menjalankan dan
menjaga keberlanjutan usahanya.
2. Pemerintah, sebagai informasi dalam rangka
pengambilan kebijakan di bidang agroindustri peternakan.
3. Pengembangan IPTEKS di bidang agroindustri
peternakan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pengertian
Agribisnis dan Agroindustri
Agrobisnis
merupakan suatu kegiatan pertanian secara meyeluruh yang meliputi kegiatan
produksi, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi (pemasaran) produk – produk
primer dan hasil olahannya (Sutawi, 2007). Pada prinsipnya agribisnis merupakan
suatu sistem yang mencakup empat sub sistem sarana produksi (agroindustri
hulu), sub sistem produksi atau usaha budidaya, sub sistem pengolahan, manufktur,
penyimpanan, dan distribusi atau pemasaran (agroindustri hilir), serta sub
sistem lembaga dan jasa penunjang.
Usaha
peternakan merupakan salah satu bentuk dari agribisnis. Saragih dan
Krisnamurthi (1998) menyatakan bahwa agribisnis peternakan merupakan suatu
sistem yang mencakup sub sistem hulu peternakan (agroindustri hulu/up stream agribusiness), sub sistem
produksi hilir peternakan (agroindustri hilir/down strem agribusiness), serta sub sistem lembaga dan jasa
penunjang (Supporting service institutions).
Sumber tersebut menegaskan pula bahwa untuk mendorong perkembangan dan kemajuan
peternakan, maka seluruh sub sistem harus bekerja sama dan saling menunjang
satu sama lain. Hal ini perlu dilakukan karena keberadaan salah satu sub sistem
agribisnis akan mendukung timbulnya kegiatan pada sub sistem lainnya.
Pengertian
Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) yaitu perusahaan
yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang
dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengolahan dan
pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan
distribusi.
Agroindustri
adalah suatu industri yang mentransformasikan hasil pertanian (dalam arti luas)
menjadi produk industri dalam rangka meningkatkan nilai tambahnya; dengan
demikian merupakan suatu sistem terintegrasi yang melibatkan sumberdaya hasil
pertanian, manusia, ilmu dan teknologi, uang, dan informasi.
Agroindustri Peternakan
Agroindustri
peternakan adalah suatu industri yang mentransformasikan hasil – hasil
peternakan menjadi produk makanan, dan produk – produk lain yang menambah
kegunaan dari bahan baku asal ternak `seperti daging, kulit, bulu dan lain –
lain.
Daging Sapi
Daging
sapi adalah urat daging yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari
bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari sapi yang sehat sewaktu
dipotong (Standar Nasional Indonesia, 1995). Demikian halnya dengan Soeparno
(2005) yang mendefinisikan daging sebagai semua jaringan hewan dan semua produk
hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta
tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi atau memakannya.
Organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas,
dan jaringan otot lainnya termasuk dalam definisi daging. Lawrie (2003)
menyatakan bahwa komposisi daging terdiri atas 75% air, 19% protein, 3,5%
substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak. Substansi non protein yang
larut terdiri dari karbohidrat, vitamin dan mineral dalam daging. Protein
memiliki fungsi untuk memperbaiki dan membantu pertumbuhan struktur jaringan
dan jaringan aktif yang ada didalam tubuh.
Abon
Abon
merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,
ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari
seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam
SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk
khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres.
Abon
sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal masyarakat.
Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon merupakan produk
nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang
siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon
dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik
kering, renyah dan gurih. Pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan
abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al, 2007).
Dendeng
Dendeng adalah produk tradisional dari
Indonesia dan dari negara-negara seluruh Asia Tenggara. Dendeng dapat dibuat
dari daging sapi, ayam, babi atau kambing, tetapi yang paling banyak dijumpai
di pasar-pasar di Indonesia adalah dendeng sapi (Buckle et al., 1985). Definisi
dendeng sapi menurut Standar Nasional Indonesia 01-2908-1992 adalah produk
makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging sapi
segar yang berasal dari sapi sehat yang telah diberi bumbu dan dikeringkan.
Dendeng
sapi dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu dendeng sapi irisan dan dendeng
sapi giling. Dendeng merupakan salah satu produk daging kering yang memiliki
masa simpan lebih dari 6 bulan dengan kadar air kira-kira 15% sampai 20% dan pH
4,5-5,1. Warna dendeng yang coklat kehitaman disebabkan oleh reaksi pencoklatan
selama proses pemanasan. Reaksi tersebut dapat menimbulkan rasa atau flavor
yang pahit (Soeparno, 2000).
Pendapatan, biaya, penerimaan dan
keuntungan
a.
Pendapatan
Pendapatan
merupakan suatu tujuan utama dari perusahaan karena dengan adanya pendapatan
maka operasional perusahaan kedepan akan berjalan dengan baik atau dengan kata
lain bahwa pendapatan merupakan suatu alat untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut Winardi (1992). mengemukakan pengertian pendapatan adalah sebagai
saluran penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun
dari hasil sendiri yang dimulai dengan sejumlah uang atau jasa atas dasar harga
yang berlaku pada saat itu. Selanjutnya pendapatan dapat dibedakan antara lain:
1.
Sektor pekerja pokok yaitu yang menjadi sumber utama kehidupan keluarga.
2.
Sektor pekerjaan sampingan. yaitu pekerjaan yang hasilnya dipakai sebagai
penunjang untuk mencukupi kebutuhan hidup suatu keluarga.
3.
Sektor subsistem yaitu sumber pendapatan yang sering diartikan sebagai
pekerjaan yang menghasilkan sesuatu untuk dikonsumsi sendiri.
Mubyarto
(1994) menyatakan bahwa pendapatan adalah uang yang diterima dan diberikan
kepada subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan sebagai
balas jasa dari penyerahan prestasi tersebut untuk mempertahankan hidupnya.
Hendrikson (1999) mengatakan bahwa pendapatan adalah merupakan arus masuk
aktiva atau pasiva bersih ke dalam usaha sebagai hasil penjualan barang atau
jasa.
Supriyono (1999) pendapatan perkapita
rata-rata masyarakat kita sampai saat ini masih tergolong rendah sehingga
hampir seluruh pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Jumlah pendapatan seseorang yang diperoleh sehari-hari sangat tergantung dari
jenis pekerjaan itu sendiri dan tingkat pendidikannya juga.
Membahas
dan membicarakan masalah pendapatan pemikiran orang selalu tertuju pada nilai
uang yang diterima oleh seseorang bahkan masih banyak pengertian lain yang
timbul dalam diri seseorang. Pengertian pendapatan yang dimaksud disini adalah
semua barang-barang dan jasa jasa serta uang yang diterima baik secara individu
maupun golongan masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Tinggi rendahnya
pendapatan seseorang sangat tergantung pada ketrampilan, keahlian, luasnya
kesempatan kerja dan besarnya modal yang digunakan untuk menghasilkan
pendapatan tersebut dalam suatu periode tertentu yang juga sering disebut
dengan investasi, jadi jika investasi besar maka pendapatan mereka juga akan
bertambah.
Secara
harfiah pendapatan dapat diartikan sebagai hasil kerja atau usaha yang
dilakukan oleh seseorang. Para ahli juga memberikan batasan-batasan akhir dari
pendapatan yang cukup berbeda-beda menurut disiplin ilmu yang mereka miliki.
Namun tujuan akhir dari arti pendapatan yang mereka berikan mempunyai prinsip
dan pandangan yang sama.
b.
Biaya
Biaya
merupakan nilai dari semua masukan ekonomis yang diperlukan, yang dapat
diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya dalam
proses produksi berdasarkan jangka waktu dapat dibedakan menjadi dua yaitu
biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek berkaitan
dengan penggunaan biaya dalam waktu atau situasi yang tidak lama, jumlah
masukan (input) faktor produksi tidak sama, dapat berubah-ubah. Namun
demikian biaya produksi jangka pendek masih dapat dibedakan adanya biaya tetap
dan biaya variable, sedangkan dalam jangka panjang semua faktor produksi adalah
biaya variabel (lipsey et al.,1990). Menurut Gasperz (1999) pada
dasarnya yang diperhitungkan dalam jangka pendek adalah biaya tetap (fixed costs)
dan biaya variabel (variable costs).
a.
Biaya tetap (fixed costs) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
pembayaran input- input tetap dalam proses produksi jangka pendek. Perlu
dicatat bahwa penggunaan input tetap tidak tergantung pada kuantitas output
yang diproduksi. Dalam jangka panjang yang termasuk biaya tetap adalah biaya
untuk membeli mesin dan peralatan, pembayaran upah dan gaji tetap untuk tenaga
kerja.
b.
Biaya variabel (variable costs) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
pembayaran input–input variabel dalam proses produksi jangka pendek perlu
diketahui yang bahwa penggunaan input variabel tergantung pada kuantitas output
yang di produksi dimana semakin besar kuantitas output yang diproduksi, pada
umumnya semakin besar pula biaya variabel yang digunakan. Dalam jangka panjang,
yang termasuk biaya variabel adalah biaya atau upah tenaga kerja langsung, biaya
bahan penolong dan lain sebagainya.
c. Penerimaan
Menurut
Soekartawi (1995), Penerimaan adalah perkalian antara output yang dihasilkan
dengan harga jual. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:
TR
= Q x P
Dimana
:
TR
= Penerimaan total (total revenue)
Q
= Jumlah produk yang dihasilkan (quantity)
P
= Harga (price)
Semakin banyak produk yang
dihasilkan, maka semakin tinggi harga per unit produk bersangkutan. Dengan
demikian maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin
besar.Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka
penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil. Penerimaan total
yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang merupakan keuntungan
yang diperoleh produsen.
d.
Keuntungan
Keuntungan
atau laba pengusaha adalah penghasilan bersih yang diterima oleh pengusaha,
sesudah dikurangi dengan biaya- biaya produksi, atau dengan kata lain, laba
pengusaha adalah selisih antara penghasilan kotor dan biaya – biaya produksi.
Laba ekonomis dari barang yang dijual adalah selisih antara penerimaan yang
diterima produsen dari penjualan produk suatu usaha tertentu. Jika biaya lebih
besar dari pada penerimaan berarti labanya negatif, situasi seperti disebut
rugi (Lipsey et al, 1990).
Sebuah
perusahaan yang memaksimumkan laba ekonomi yang maksimum, yaitu perusahaan berusaha
untuk membuat selisih antara penerimaan total dengan biaya ekonomi sebesar
mungkin (Nicholson, 1992).
Kelayakan Usaha
Studi
kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek, biasanya
merupakan proyek investasi,dapat dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan
Suwarsono, 2000). Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode
penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya
gagasan usaha tersebut dilaksanakan. Suatu proyek dikatakan layak apabila
proyek itu diperkirakan akan dapat menghasilkan keuntungan yang layak apabila
telah dioperasionalkan (Umar, 2005).
Sebuah
proyek pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial
menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan
atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu (Gittinger, 1986). Dalam
suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut tiga aspek yaitu manfaat ekonomi
proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat finansial), manfaat ekonomi
tersebut bagi bagi Negara tempat proyek itu dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan
manfaat sosial proyek bagi masyarakat sekitar proyek tersebut.
Tujuan
melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian penanaman modal
yang terlalu besar untuk suatu kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan.
Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif lebih kecil
apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut
investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Dengan
adanya analisis usaha, tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi proyek
dapat diketahui, pemborosan terhadap sumberdaya dapat dihindarkan, serta dapat
meramu strategi yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek investasi
yang ada.
Studi
kelayakan suatu proyek biasanya berupa laporan tertulis yang berisi berbagai
informasi tentang tingkat kelayakan suatu proyek untuk direalisasikan. Informasi
yang terkandung dalam laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi pihak-pihak tertentu, misalnya pihak investor, pihak kreditor, pihak
manajemen perusahaan serta bagi pihak pemerintah dan masyarakat (Umar,2005).
Analisa
proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena sumber-sumber yang
tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek yang paling
menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam menganalisa suatu
proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan
yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari
suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut
pada setiap tahap dalam perencanaan
proyek
dan siklus pelaksanaanya (Gittinger, 1986).
Kelayakan investasi dalam suatu
usaha dapat ditinjau dari berbagai aspek.Diantaranya dari aspek pasar, aspek
teknis, dan aspek manajemen selain itu tentunya perlu dilihat pula kelayakan
secara finansial.
1.
Aspek pasar
Meliputi
rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan
input yang dibutuhnya untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dibahas pula
faktor harga, marketing mix, dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai
perusahaan.
2.
Aspek teknis
Aspek
teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output
(produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar
terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari
kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk diusahakan,
lokasi si mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta lay out
bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono, 2000).
3.
Aspek manajemen
Aspek
ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang harus
mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada
suatu daerah atau Negara setempat. Aspek ini meneliti system manajerial suatu
usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek.
Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif
dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang
akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat
berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar,
2005)
4.
Aspek finansial
Aspek
finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang
diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di dalam proyek. Aspek ini
membandingkan antara pengeluaran dan penerimaan.
Menurut
Gittinger (1986), selain aspek-aspek yang paling berkaitan tersebut dalam suatu
proyek terdapat rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang
disebut sebagai siklus proyek. Tahap-tahap yang membentuk suatu siklus proyek
yaitu tahap identifikasi, tahap persiapan dan analisa, tahap penilaian
(penaksiran), tahap pelaksanaan (implementasi), dan tahap evaluasi. Evaluasi
dalam suatu studi kelayakan proyek adalah alat yang penting dalam proyek-proyek
yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali
selama
pelaksanaan proyek. Evaluasi juga dapat menilai apakah suatu proyek dapat
dijalankan atau tidak.
Untuk
menganalisa suatu proyek bisaanyan digunakan dua pendekatan umum yaitu analisis
financial dan analisis ekonomi. Analisis finansial menganalisis hasil proyek
dari segi individu pelaku proyek, sedangkan analisis ekonomi melihat hasil
proyek dari segi perekonomian secara keseluruhan.
Kriteria
dalam menilai kelayakan suatu proyek yang paling umum digunakan adalah Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit
per Cost (Net B/C). Setiap model ini menggunakan nilai sekarang yang telah
di-discount dari arus manfaat dan arus biaya selama umur proyek.
1. Net Present Value (NPV)
Net
Present Value (NPV) atau Nilai Sekarang Bersih dari
arus manfaat dan arus biaya merupakan nilai bersih sekarang dari arus
pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi, yaitu merupakan selisih
antara manfaat dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. NPV dari suatu proyek
merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan
pengeluaran awal (Keown, 2001).
Suatu
proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek
tersebut lebih besar dari pada nol (NPV > 0). Jika nilai NPV sama dengan
nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak merugi (manfaat hanya cukup
untuk menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil daripada nol
(NPV < 0), maka proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang
dipergunakan hal tersebut menunjukan bahwa proyek tersebut tidak tidak layak untuk
dijalankan. Oleh karena itu, sumber daya yang digunakan dalam proyek tersebut
sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih menguntungkan.
2. Internal
Rate of Return (IRR)
Internal
Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah tingkat diskonto
(discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu
tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus manfaat
dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk
mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan
kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman.
Suatu
proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh proyek tersebut lebih
besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih
kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
Penerapan metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan penerapan metode
NPV, karena dalam hal tertentu terdapat kemungkinan dihasilkan nilai IRR yang
lebih dari suatu yang dapat membuat nilai NPV sama dengan nol.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C Ratio)
Net
Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) merupakan rasio
keuntungan per biaya. Rasio ini adalah angka pembanding antara jumlah Present
Value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang
bernilai negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat berapa kali lipat
manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek
dinyatakan layak jika Net B/C lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C
>=1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan
jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu (Net B/C < 1), maka proyek tersebut
tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti manfaat yang akan
diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan
untuk pelaksanaan proyek tersebut.
METODE
PENELITIAN
Kerangka
Pemikiran
Tujuan utama dari suatu agroindustri daging sapi
yang dikembangkan adalah untuk memperoleh keuntungan yang setinggi – tingginya.
Secara ekonomi, dalam prosesnya membutuhkan modal, tenaga kerja dan ketrampilan
dalam pengelolaan usaha tersebut sehingga mendapat hasil yang memuaskan.
Pelaksanaan uasaha agroindustri daging sapi harus
pula memperhatikan biaya, dan penerimaan guna menetahui pendapatan dari usaha
tersebut. Semakin besar rasio penerimaan dibanding biaya produksi, maka
pendapatan yang diperoleh semakin besar.
Agroindustri daging sapi merupakan suatu kegiatan
ekonomi, karena berhubungan dengan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam proses
produksi untuk menghasilkan produk, sehingga perlu dilakukan analisis untuk
mengetahui pendapatan dan kelayakan dari usaha tersebut.
Usaha pengolahan abon dan dendeng di Kota Kupang
masih tetap dilaksanakan dan beroperasi hingga sekarang. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa usaha pengolahan abon dan dendeng sapi menguntungkan pengusaha
dan layak dijalankan.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
1.
Usaha
agroindustri abon dan dendeng di Kota Kupang menguntungkan pengusaha karena
memiliki pendapatan yang maksimal.
2.
Usaha
agroindustri abon dan dendeng di Kota Kupang layak dijalankan secara finansial
oleh pengusaha.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan di CV.TAMBERS Kota Kupang selama 6 bulan dengan masa
pengambilan data selama 2 bulan.
Metode
Pengambilan Data
Pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan
berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu.
Jenis
dan Sumber Data
1.
Data primer adalah data mentah yang diperoleh langsung dari hasil observasi,
wawancara atau kuesioner.
2.
Data sekunder adalah data hasil olahan yang diperoleh dari instansi terkait dalam
hal ini Dinas Peternakan seperti jumlah konsumsi daging rata – rata masyarakat
Kota Kupang.
Analisis
Data
Analisa
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Analisis
data kuantitatif yang digunakan dalam mengukur tingkat pendapatan yaitu
analisis Ratio yang dapat digunakan untuk mengukur Likuiditas, Solvabilitas,
Rentabilitas dan aktifitas atau produktifitas.
a. Rasio
Likuiditas
Likuiditas suatu perusahaan merupakan
kemampuan keuangan perusahaan dalam membayar hutang – hutang atau kewajiban
jangka pendek (maksimal satu tahun) yang jatuh tempo dengan sejumlah aktiva
lancr dengan hutang lancar yang dimilikinya
Untuk menghitung rasio likuiditas, maka
dapat digunakan :
· Curent
Ratio
Rasio ini disebut juga rasio lancar yang mrupakan
rasio yang membandingkan antara aktiva lancar dengan hutang lancar.
Aktiva lancar x 100%
Curent
Ratio = Hutang lancar
·
Acid Test Ratio
Rasio ini disebut juga rasio cepat( Quick Ratio) yang digunakan untuk mengukur kemampuan
mengembalikan atau mengangsur hutang
lancar dengan jaminan aktiva tanpa persediaan.
Aktiva Lancar –
Persediaan x 100 %
Acid Test Ratio
= Hutang lancar
Dikeluarkannya persediaan dari komponen aktiva
lancar mengingat persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling lambat
mencair menjadi kas dibandingkan dengan komponen aktiva lancar lainnya.
b.
Rasio Solvabilitas
Rasio Solvabilitas sering disebut juga
Leverage Analysis yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemilik
atau perusahaan dengan pembelanjaan dari kreditur.
Implikasi
dari analisis ini adalah :
· Makin
besar dana yang disediakan oleh pemilik atau perusahaan, makin besar batas
pengamanan (margin of safety) bagi kreditur.
· Dengan
adanya pinjaman, pemilik atau perusahaan akan memperoleh manfaat kontrol
terhadap perusahaan. Bila hasil (earning) yang diperoleh dari pinjaman lebih
besar dari bunga yang harus dibayar, maka pengembalian (repayment) akan lancar
( berlipat). Inilah yang disebut dengan leverage effect dari pembelanjaan
pinjaman.
Beberapa rasio Solvabilitas yang dapat
digunakan adalah:
· Debt
Ratio
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
dalam menjamin hutangnya dengan sejumlah aktiva yang dimiliki. Semakin tinggi
rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman (hutang) yang digunakan
dalam menghasilkan keuntungan dibanding dengan aktiva yang dimiliki.
Total Hutang x 100 %
Debt Ratio = Total Aktiva
· Debt to Equity Ratio ( DER)
Rasio ini menunjukan hubungan antara jumlah hutang jangka panjang dengan
jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Semakin tinggi
rasio ini menunjukan semakin besar hutang jangka panjang perusahaan dibanding dengan
modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
DER= Hutang
jangka panjang
Modal Sendiri
· Ratio total Debt Coverage
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam hal membayar beban bunga dan
angsuran pinjaman pokok dengan laba operasi yang dihasilkan.
Laba Operasi
Total Debt Coverage = Bunga +
Angsuran pinjaman
1- Tingkat
pajak
c. Rasio
Rentabilitas
Rasio Rentabilitas/ Profitabilitas dipergunakan
berhubungan dengan penilaian terahadap kinerja perusahaan dalam menghasilkan
laba. Terdapat beberapa pengukuran terhadap profitabilitas atau rentabilitas
suatu perusahaan yang masing – masing dihubungkan dengan total aktiva, modal
sendiri maupun nilai penjualan yang dicapai.
· Margin
laba kotor (Gross Profit Margin)
Digunakan untuk mengukur berapa besar laba
kotor yang dihasilkan dibanding dengan total nilai penjualan bersih perusahaan.
Semakin besar rasio ini menunjukan bahwa perusahaan mampu menekan kenaikan
harga pokok penjualan pada presentase di bawah kenaikan penjualan.
Laba kotor x 100 %
Gross
Profit Margin = Penjualn
· Margin
laba operasi (Operating Profit Margin)
Rasio ini sering disebut sebagai pure profit dalam arti bahwa profit yang
dihasilkan benar – benar murni dari hasil operasi perusahaan sebelum
diperhitungkan dengan kewajiban lainnya seperti bunga, pajak, dan kewajiban
lainnya. Rasio ini untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba operasi dari
sejumlah penjualan yang dicapai.
Laba
Operasi x 100 %
Operating Profit Margin = Penjualan
· Margin laba bersih (Net Profit Margin)
Rasio
ini digunakan untuk mengukur besarnya laba bersih yang dicapai dari sejumlah
penjualan tertentu. Rasio ini lebih umum digunakan dibandingkan dengan dua
rasio terdahulu karena laba yang dihasilkan merupakan laba bersih perusahaan.
Laba Bersih x 100 %
Net Profit Margin = Penjualan
· Rasio Return On Investment (ROI)
Laba Bersih Setelah Pajak = 100 %
ROI = Total Aktiva
2. Analisis
kelayakan finansial dilakukan melalui analisis manfaat dan biaya, rugi laba,
dan menggunakan beberapa kriteria investasi yaitu Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV), Rasio Manfaat dan Biaya Bersih (Net Benefit and Cost Ratio/ Net B/C), Tingkat Pengembalian
Investasi (Internal Rate of Return/IRR).
DAFTAR PUSTAKA
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan
Ke-Empat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika.
Terjemahan
Bambang S. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Husnan, S.; dan Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Ketiga. Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.
Sutawi. 2007. Kapita Selekta Agribisnis Peternakan,
UMM Press, Malang.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. SNI
01- 2908-1992, Dendeng Sapi. BSN, Jakarta.
Sianturi,
R. 2000. Kandungan Gizi dan Uji Palatabilitas Abon Daging Sapi dengan Kacang
Tanah (Arachis hypogeae L) Sebagai Bahan Pencampur. Skripsi
Sarjana Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Suryani,
A, Erliza Hambali, Encep Hidayat. 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar Swadaya. Jakarta
Direktorat
Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara
Karya Aksara, Jakarta.
Buckle,
KA, dkk, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. UI Press,
Jakarta.
Soeparno, 2000. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Winardi. 1992.
Ekonomi Mikro. Bandung: Bandar Maju.
Mubyarto., 1994,
Pengantar Ekonomi Pertanian, Pustaka LP3ES, Jakarta.
Supriyono. 1999. Akuntansi Biaya Pengumpulan Biaya dan
Penentuan Harga Pokok. Yogyakarta:
Lipsey, M. W., &
Cullen, F. T. (2007). The Effectiveness of Correctional Rehabilitation: A
Review of Systematic Reviews. Annual Review of Law and Social Science, 3,
297-320.
Gazperz JP. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan
Pendekatan Teknik Industri. Bandung: Tarsito. 295 hlm.
Soekartawi. 1995.
Agribisnis. Teori dan Aplikasinya.
Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 137 hlm.
Nicholson, W. (1992). Microeconomics Theory: Basics Principles and
Extensions. (Fifth, Ed.). Dryden Press.
Husein Umar. 2005.
Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 3. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Gittinger , J.P.
1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek
Pertanian. Edisi Kedua.
Universitas
Indonesia. Jakarta.
Keown, A. J., Martin,
J. D., Petty, J. W., & Scott, D. F., Jr. (2001). Foundations of finance: The
logic and practice of financial management (4th ed.). Upper Saddle River, NJ:
Pearson Prentice Hall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar